Kamis, 18 April 2013

Kau ada dimana

Lelah ku menanti
Ku selalu hadir disaat kau butuhkanku
Ku berikan semua yang kumiliki untukmu
Tapi engkau ada dimana disaat aku membutuhkanmu
Apa aku tak boleh meminta padamu

Kamis, 21 Februari 2013

curahan hati pada Allah

God.
Apalagi ini.
Ku mohon.
Jangan kurangi lagi.
Apa salah ku.
Apa aku sanggup.
Ya Allah cobaan apa ini.
Apa hamba bisa melewatinya.
Ya Allah kuatkan aku..

Rabu, 20 Februari 2013

Maaf

Maaf.
Hanya itu.
Ribuan penyesalan mengerubungi.
Maaf bu.
Maaf pa.
Maaf maaf
Mungkin sekarang ku berada dibawah.
besok ku akan di atas.
Ya tuhan.
Aku takut.
Mengecewakan mereka lagi.
Berikan aku yang terbaik.
Kesabaran.
Kekuatan.
Ku mohon.
Tetaplah berada di sisi ku.
Untuk esok yang lebih baik.

Kamis, 14 Februari 2013

Landasan Pengembangan Kurikululm

Landasan adalah suatu pijakan atau fundasi. Menurut Hornby C.S, landasan adalah suatu gagasan atau kepercayaan yang menjadi sandaran, sesuatu prinsip yang mendasari. Landasan pengembangan kurikulum berarti prinsip dasar dalam mengembangkan kurikulum, maka landasan pengembangan kurikulum memiliki peranan yang sangat penting. Pada prinsipnya ada empat landasan pokok yang harus dijadikan dasar dalam setiap pengembangan kurikulum, yaitu landasan filosofis, landasan psikologis, landasan sosiologis, dan landasan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Landasan filosofis yaitu asumsi-asumsi tentang hakikat realitas, hakikat manusia, hakikat pengetahuan, dan hakikat nilai yang menjadi titik tolak dalam mengembangkan kurikulum. Terdapat hubungan yang sangat erat anatara kurikulum dan filsafat. Suatu kurikulum biasanya mengacu pada filsafat atau pandangan hidup suatu bangsa. Di Indonesia, kurikulum berorientasi pada pancasila karena pancasila sebagai dasar atau filsafat hidup dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Asumsi-asumsi filosofis berimplikasi pada perumusan tujuan pendidikan, pengembangan isi atau materi pendidikan, penentuan strategi, serta pada peranan peserta didik dan peranan pendidik yang mengacu pada pancasila tetapi tidak menutup kemungkinan aliran filsafat lain digunakan untuk mengembangkan kurikulum di Indonesia, hanya saja perlu dipertimbangkan kesesuaian antara aliran filsafat lain dengan pancasila karena tidak semua aliran filsafat lain bisa diterapkan dalam pendidikan di Indonesia. Landasan psikologis adalah asumsi-asumsi yang bersumber dari psikologi yang dijadikan titik tolak dalam mengembangkan kurikulum. Ada dua jenis psikologi yang harus menjadi acuan yaitu psikologi perkembangan dan psikologi belajar. Psikologi perkembangan mempelajari proses dan karakteristik perkembangan peserta didik sebagai subjek pendidikan. Setiap peserta didik melewati beberapa fase-fase perkembangan, diantaranya masa usia prasekolah (0-6 tahun), masa usia sekolah dasar (6-12 tahun), dan masa usia sekolah menengah (12-18 tahun). Setiap fase perkembabgan tersebut memiliki karakteristik yang berbeda. Psikologi belajar mempelajari tingkah laku peserta didik dalam situasi belajar. Ada tiga jenis teori belajar yang mempunyai pengaruh besar dalam pengembangan kurikulum, yaitu teori belajar kognitif yang mengacu pada apa yang sudah ada dalam otak peserta didik lalu mengembangkannya, teori belajar behavioristik yang berdasarkan tingkah laku peserta didik, dan teori belajar humanistik yang menekankan pada partisipasi aktif peserta didik dalam belajar. Landasan sosial budaya adalah asumsi-asumsi yang bersumber dari sosiologi dan antropologi yang dijadikan titik tolak dalam mengembangkan kurikulum. Karakteristik sosial budaya dimana peserta didik hidup berimplikasi pada program pendidikan yang akan dikembangkan, maka penerapan teori, prinsip, hukum dan konsep-konep yang terdapat dalam semua ilmu pengetahuan yang ada dalam kurikulum harus disesuaikan dengan kondisi sosial budaya masyarakat setempat sehingga hasil belajar yang dicapai oleh siswa lebih bermakna dalam hidupnya. Pengembangan kurikulum hendaknya memperhatikan kebutuhan masyarakat dan perkembangan masyarakat yang lebih ditekankan pada pengembangan individu dan keterkaitannya dengan lingkungan sosial setempat. Selain pendidikan yang bermuatan kebudayaan yang bersifat umum terdapat juga pendidikan yang bermuatan kebudayaan khusus. Setiap daerah di Indonesia memiliki karakteristik sosial budaya yang berbeda-beda, dengan alasan inilah yang menjadi dasar dalam menetapkan materi kurikullum muatan lokal. Muatan lokal adalah program pendidikan yang isi dan media penyampaiannya dikaitkan dengan lingkungan alam, lingkungan sosial, lingkungan budaya serta kebutuhan daerah. Contoh kurikulum muatan lokal yang saat ini sudah dilaksanakan di sebagian besar sekolah adalah Mata Pelajaran Keterampilan, Kesenian, dan Bahasa Daerah. Tujuan dari pengembangan kurikulum muatan lokal ini untuk melestarikan dan mengembangkan kebudayaan yang khas daerah. Landasan ilmiah dan teknologi adalah asumsi-asumsi yang bersumber dari hasil-hasil riset atau penelitian dan aplikasi dari ilmu pengetahuan yang menjadi titik tolak dalam mengembangkan kurikulum. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi secara langsung berdampak pada pengembangan kurikulum karena pengembangan kurikulum harus berlandaskan pada ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga pendidikan yang dilaksanakan dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam pengembangan kurikulum mencakup pengembangan isi atau materi pendidikan, penggunaan strategi dan media pembelajaran, serta penggunaan sistem evaluasi. Jadi, peserta didik dituntut untuk memiliki kemapuan memecahkan masalah yang dihadapi sebagai pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sumber : Tim pengembangan MKDP Kurikulum dan Pembelajaran. 2009. Kurikulum dan pembelajaran. Bandung: UPI

Kamis, 07 Februari 2013

Konsep Kurikulum

Kurikulum berasal dari kata curir yang berarti pelari dan curere yang berarti tempat berpacu. Kurikulum diartikan sebagai jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari mulai dari start sampai finish untuk memperoleh medali atau penghargaan. Kemudian diterapkan dalam dunia pendidikan menjadi sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh oleh seorang siswa dari awal sampai akhir program pelajaran untuk memperoleh penghargaan dalam bentuk ijazah. Dalam kurikulum terkandung dua hal pokok, yaitu adanya mata pelajaran yang harus ditempuh oleh siswa dan tujuan utama dari kurikulum adalah untuk memperoleh ijazah. Harold B. Alberty (1965) memandang kurikulum sebagai semua kegiatan yang diberikan kepada siswa di bawah tanggung jawab sekolah. Pendapat yang menguatkan pendapat Harold dikemukakan oleh Saylor, Alexander, dan Lewis pada tahun 1974 yang menganggap kurikulum sebagai segala upaya sekolah untuk mempengaruhi siswa supaya belajar, baik dalam ruangan kelas, di halaman sekolah, maupun di luar sekolah. R. Ibrahim (2005) mengelompokkan kurikulum menjadi tiga dimensi, yaitu kurikulum sebagai substansi, kurikulum sebagai sistem, dan kurikulum sebagai bidang studi. Sama seperti R. Ibrahim, Nana Syaodih Sukmadinata (2005) yang mengemukakan pengertian kurikulum ditinjau dari tiga dimensi, yaitu sebagai ilmu, sebagai sistem, dan sebagai rencana. Lain halnya dengan Said Hamid Hasan (1988) yang berpendapat bahwa pada saat sekarang istilah kurikulum memiliki empat dimensi pengertian yang saling berhubungan satu sama lain. Keempat dimensi tersebut yaitu 1. Kurikulum sebagau suatu ide atau gagasan. Kurikulum adalah sekumpulan ide yang akan dijadikan pedoman dalam pengembangan kurikulum selanjutnya. 2. Kurikulum sebagai suatu rencana tertulis yang sebenarnya merupakan perwujudan dari kurikulum sebagai suatu ide. Maknanya yaitu seperangkat rencana dan cara mengadministrasikan tujuan, isi, dan bahan pelajaran, serta cara yang digunakan untuk pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran guna mencapai tujuan pendidikan tertentu. 3. Kurikulum sebagai suatu kegiatan yang sering pula disebut dengan istilah kurikulum sebagai suatu realita dan implementasi kurikulum yang dilakukan oleh guru dan siswa dalam proses pembelajaran di sekolah. Secara teoretis, dimensi kurikulum ini adalah pelaksanaan dari kurikulum sebagai suatu rencana tertulis. 4. Kurikulum merupakan suatu hasil yang merupakan konsekuensi dari kurikulum sebagai suatu kegiatan. Dimensi ini memandang kurikulum itu sangat memperhatikan hasil yang akan dicapai oleh siswa agar sesuai dengan apa yang telah direncanakan dan yang menjadi tujuan dari kurikulum tersebut. Jika disimpulkan, kurikulum merupakan suatu rencana tertulis guna memperlancara proses pembelajaran. Hal ini sesuai dengan rumusan pengertian kurikulum seperti yang tertera dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa “Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu”. Kurikulum berfungsi sebagai pedoman dalam melaksanakan proses pembelajaran. Bagi kepala sekolah kurikulum berfungsi sebagai pengawasa. Bagi orang tua kurikulum berfungsi dalam membimbing anaknya dirumah. Bagi masyarakat kurikulum berfungsi untuk memberikan bantuan bagi terselenggaranya proses pendidikan di sekolah. Dan bagi siswa kurikulum berfungsi sebagai pedoman belajar. Selain itu, bagi siswa sebagai subjek didik terdapat enam fungsi kurikulum, yaitu: 1. Fungsi Penyesuaian (the adjustive or adaptive function) Kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu mengarahkan siswa agar memiliki sifat well adjusted yaitu mampu menyesuaikan dirinya dengan lingkungan, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial. 2. Fungsi Integrasi (the integrating function) Kurikulum sebagai alat pendidikan harus menghasilkan pribadi-pribadi yang utuh. 3. Fungsi Diferensiasi (the differentiating function) Kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu memberikan pelayanan terhadap perbedaan individu siswa. 4. Fungsi Persiapan (the propaedeutic function) Kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu mempersiapkan siswa untuk melanjutkan studi ke jenjang pendidikan berikutnya. 5. Fungsi Pemilihan (the selective function) Kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu memberikan kesempatan kepada siswa untuk memilih program-program belajar yang sesuai dengan kemampuan dan minatnya. 6. Fungsi Diagnostik (the diagnostic function) Kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu membantu dan mengarahkan siswa untuk dapat memahami dan menerima kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Menurut Oemar Hamalik (1990) terdapat tiga peranan kurikulum yang dinilai sangat penting, yaitu: 1. Peranan Konservatif Kurikulum dapat dijadikan sebagai sarana untuk mentransmisikan nilai-nilai warisan budaya masa lalu yang dianggap masih relevan dengan masa kini kepada generasi muda, dalam hal ini para siswa. 2. Peranan Kreatif Kurikulum harus mampu mengembangkan sesuatu yang baru sesuai dengan perkembangan yang terjadi dan kebutuhan-kebutuhan masyarakat pada masa sekarang dan masa mendatang. 3. Peranan Kritis dan Evaluatif Peranan kurikulum tidak hanya mewariskan nilai dan budaya yang ada atau menerapkan hasil perkembangan baru yang terjadi, melainkan juga memiliki peranan untuk menilai dan memilih nilai dan budaya serta pengetahuan baru yang akan diwariskan tersebut. Ketiga peranan kurikulum diatas harus berjalan secar seimbang dan harmonis agar dapat memenuhi tuntutan keadaan. Menyelaraskan ketiga peranan kurikulum tersebut menjadi tanggung jawab semua pihak yang terkait dalam proses pendidikan, diantaranya guru, kepala sekolah, pengawas, orang tua, masyarakat, dan tentunya siswa itu sendiri. Sumber: Tim pengembangan MKDP Kurikulum dan Pembelajaran. 2009. Kurikulum dan pembelajaran. Bandung: UPI

Jumat, 24 Agustus 2012

Halal itu Cantik

     Cantik itu relatif. Semua wanita di dunia ini cantik. Tak ada yang bisa menyangghanya. Hanya tinggal kita saja yang membuat diri kita cantik dan berbeda dari orang lain. Bagaimana sih cara mempercantik diri ini ? cantik itu dilihat dari luar dan dalam seorang wanita. Untuk mempercantik diri, kita bisa memulai dari luar, misalnya wajah dengan menggunakan kosmetik "yang baik" bagi kita. Yang baik ? bukannya semua kosmetik baik bagi kita ? Eits, jangan salah dulu “yang baik” itu belum tentu "halal" bagi kita para wanita muslim. Bagi kita wanita muslim, halal itu wajib loh (selain solat). Akhir-akhir ini ada salah satu kosmetik yang menggembor-gemborkan mengenai istilah “halal”.  

     Dengan kosmetik yang halal, selain mempercantik bagian luar kita juga sekaligus mempercantik bagian dalam. Jadi, tunggu apalagi ayo kita pakai kosmetik yang halal, agar cantik diluar dan didalam. kosmetik, cantik halal

Selasa, 21 Agustus 2012

Alkemi

Alkemi, berasal dari kata Yunani kuno khemia, memiliki arti 'seni mengubah metal', adalah ilmu yang bertujuan untuk mengubah metal dasar menjadi emas, menginvestigasi preparasi dari 'ramuan umur panjang', dan mendapatkan kebijaksanaan tertinggi. Kata Alkemi juga berasal dari Bahasa Arab al-kimiya atau al-khimiya (الكيمياء atau الخيمياء), yang mungkin dibentuk dari partikel al- dan kata Bahasa Yunani khumeia (χυμεία) yang berarti "mencetak bersama", "menuangkan bersama", "melebur", "aloy", dan lain-lain (dari khumatos, "yang dituangkan, batang logam").
            Alkemi sering dihubungkan dengan ilmu pengetahuan ajaib, yang merubah komposisi kimia menjadi benda lain. Sebenarnya alkemi itu memang pernah ada, tetapi aslinya sebelum ilmu kiamia sekarang ditemukan, hal-hal yang berbau perubahan kimiawi tidak diteliti oleh para ilmuan tetapi para filosofi. Hasilnya, karena para filosof ini menggunakan observasi yang sederhana, hasil yang ditemukannya pun banyak yang melenceng dari kebenaran.  
Sekitar abad ke-7 M muncul penemu-penemu arab yang menamakan dirinya alkemis yang berhasil melakukan banyak keberhasilan mengubah materi secara kimiawi dan ilmunya juga mirip dengan kimia sekarang. Hal ini luar biasa mengingat mereka hanya mempunyai sedikit atau bahkan tidak sama sekali pegangan teori.
Pada abad ke-8M, Jabir Ibnu Hayyan memulai pencarian philosophers’ stone dengan membagi elemen alam ke dalam 4 sifat, yaitu panas, dingin, kering, basah
Api = panas, dingin
Tanah = dingin, kering
Air = dingin, basah
Udara = panas basah
Lebih lanjut, Jabir mengajukan teori bahwa setiap logam yang ada di bumi adalah kombinasi keempat elemen alam tersebut, hanya komposisinya saja yang berbeda-beda. Oleh karena itu, dimungkinkan untuk merubah suatu logam ke logam yang lain dengan cara mengatur komposisis tersebut, seperti menambahkan sifat panas dan sifat kering dengan cara menambahkan elemen api.
Oleh karena itu, jika kita ingin merubah sebuah logam menjadi logam yang lain, kita harus mempunyai unsur perantara yang dalam bahasa arab disebut Al-Iksr. Jabir sendiri dipercaya sebagai penemu aqua regia, yang merupakan campuran dari HCl dan HNO3 yang kini masih digunakan untuk pelarut emas.
Pada abad ke-11 m, terjadi debat diantara alkemis muslim tentang kebenaran teori perubahan unsur seperti yang dikatakan Jabir. Penentang yang paling keras adalah Ibnu Sina yang meragukan kebenaran teori tersebut. Menurutnya perubahan itu hanya bisa bisa terjadi pada penampilan unsur-unsur tersebut, tetapi tidak akan bisa merubah komposisi dari unsur itu sendiri.
Ketika arab menaklukan spanyol, ilmu alkemi pun menyebar ke Eropa, disinilah orang-orang Eropa mulai menyelewengkan ilmu alkemi. Alih-alih membuat proses kimia yang wajar dan berguna, mereka sibuk mencari cara mengubah logam biasa menjadi perak atau emas dengan perubahan materi alkemi.
Para alkemis Eropa itu kemudian memusatkan perhatiannya mencari “philosophers’ stone”. Philosophers’ stone atau lapis philosophorum adala sebuah unsur kimia legendaris yang dipercaya bisa mengubah logam biasa menjadi emas. Unsur ini juga dipercaya mampu membuat seseorang kembali muda atau bahkan mencapai hidup abadi. Sejak dahulu, unsure inilah yang dicari-cari oleh ahli alkemi Eropa seperti Isaac Newton, Nicolas Famel, dan Frater Albertus. Philosophers’ stone adalah simbol dari puncak kesempurnaan ilmu alkemi yang penuh dengan mistis.
Pada abad ke-13M, seorang ilmuwan sekaligus filsuf Eropa, Albertus Magnus telah berhasil menemukan philosophers’ stone lewat teori perubahan unsurb seperti yang dikatakan jabir, dan ia menyerahkan keoada muridnya, Thomas Aquinas, tepat sebelum kematiannya di tahun 1280
Alkemis asal Swiss yang hidup di abad ke-16 M, Philipus Paracelsus, percaya betul akan keberadaan alkahest atau universal solvent, sebuah zat yang diyakini bisa melarutkan segala jenis logam. Menurutnya, alkahest inilah philosophers’ stone yang sebenarnya.
Sir Thomas Browne mengatakan dalam pseudodoxia epidemica bahwa, philosophers’ stone tidak mustahil untuk diciptakan. Lebih lanjut pada abad ke-17 M, terbit sebuah buku yang berisi 15 gambar dan bertajuk mutus liber. Di dalamnya terdapat instruksi praktis tentang cara membuat sebuah philosophers’ stone secara simbolik.
Alhasil, dengan penelitian berabad-abad pun, mereka tidak satu pun menemukan cara mengubah logam menjadi berharga ataupun hidup abadi.
Paus John XXII menentang keras praktek alkemi, serta melarang para orang-orang untuk menjadi alkemis. Di tahun 1403, Henry IV England juga melarang praktek alkemi. Di akhir abad 14, Piers Ploughman dan Chaucer sama-sama melukis sosok para alkemis sebagai para pencuri dan penipu. Kiranya larangan-larangan tersebut muncul akibat obsesi para alkemis yang membabi buta, sehingga menggunakan segala cara demi mencapai tujuan. Tercatat dalam sejarah terdapat alkemis yang mempraktekan ilmu alkemi dengan melibatkan ruh-ruh spiritual. Oleh karena itu, gereja-gereja Kristen di abad pertengahan menganggap praktek alkemi telah melenceng. Tapi tidak di semua tempat alkemi dibenci dan dilarang. Rudolf II, Holy Roman Emperor di akhir abad ke-16, mensponsori banyak alkemis untuk berpraktek di Prague. Para alkemis dipercaya memberikan banyak kontribusi pada industri kimia sampai saat ini. Sebut saja praktek testing tambang, preparasi ekstrak, liquid, dll. Pada kenyataannya, para alkemis menyumbangkan ilmu praktek distilasi di Eropa Barat.
sumber :
http://superider.blogspot.com/2011/04/alchemy-sebuah-ilusi-kekayaan-dan.html